Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) IPA
IPA sebagai proses/metode penyelidikan (inquiry methods) meliputi cara berpikir, sikap, dan langkah-langkah kegiatan saintis untuk memperoleh produk-produk IPA atau ilmu pengetahuan ilmiah, misalnya observasi, pengukuran, merumuskan dan menguji hipotesis, mengumpulkan data, bereksperimen, dan prediksi.
Dalam konteks itu, IPA bukan sekadar cara bekerja, melihat, dan cara berpikir, melainkan ‘science as a way of knowing’. Artinya, IPA sebagai proses juga dapat meliputi kecenderungan sikap/tindakan, keingintahuan, kebiasaan berpikir, dan seperangkat prosedur. Sementara nilai-nilai IPA berhubungan dengan tanggung jawab moral, nilai-nilai sosial, manfaat IPA untuk IPA dan kehidupan manusia, serta sikap dan tindakan (misalnya, keingintahuan, kejujuran, ketelitian, ketekunan, hati-hati, toleran, hemat, dan pengambilan keputusan).
Sesuai dengan Permendikbud tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, kegiatan pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ranah pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh melalui pendekatan saintifik dan diperkuat dengan penerapan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning) dan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning).
Model Discovery Learning mengarahkan peserta didik untuk memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Penemuan konsep tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dan dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau mengkonstruksi apa yang mereka ketahui dan pahami dalam suatu bentuk akhir. Hal tersebut terjadi bila peserta didik terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.
Discovery dilakukan melalaui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferensi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating conceps and principles in the mind. Discovery mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipal pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui, masalah yang diperhadapkan kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah.
Penggunaan Discovery Learning, ingin mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus ekspositori peserta didik hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru; ke modus discovery peserta didik menemukan informasi sendiri.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu peserta didik pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan discovery learning environment, yaitu lingkungan dimana peserta didik dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar peserta didik dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Dalam Discovery Learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, peserta didik dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005).
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam Discovery Learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada siswanya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historian, atau ahli matematika. Dan melalui kegiatan tersebut peserta didik akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
Penerapan Model Discovery Learning pada Pembelajaran
Model Pembelajaran merupakan kerangka konseptual dan operasional pembelajaran yang memiliki nama, ciri, urutan logis, pengaturan, dan budaya. Proses pembelajaran dilakukan dengan urutan model pembelajaran yang dipilih sesuai dengan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dikuasai peserta didik.
Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas adalah sebagai berikut.
Perencanaan
- Menentukan tujuan pembelajaran
- Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya)
- Memilih materi pelajaran
- Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
- Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa
- Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
- Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
Pelaksanaan
Dalam mengaplikasikan model Discovery Learning di kelas, ada beberapa sintaks yang harus dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran, secara umum tergambar sebagai berikut.
Penerapan Model Discovery Learning pada Pembelajaran
Model Pembelajaran merupakan kerangka konseptual dan operasional pembelajaran yang memiliki nama, ciri, urutan logis, pengaturan, dan budaya. Proses pembelajaran dilakukan dengan urutan model pembelajaran yang dipilih sesuai dengan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dikuasai peserta didik. Dengan sintaks model discovery learning, dengan alokasi waktu juga disesuaikan dengan tingkat kesulitan dan ruang ligkup materi dalam KD yang diajarkan. Dengan demikian, kompetensi pada KD dapat tercapai, hasil belajar pada peserta didik akan lebih optimal.